Langsung ke konten utama

aku dan kamu, malam itu...

23.48 wita
Katara Sophie Ameera Yahya yg masih bingung akan dipanggil apa nantinya, tersedak. Atau bersendawa? Entahlah.. Yg pasti dia bersuara tiba2 dan itu sudah cukup tuk menyalakan alarm alamiah sang ayah yg baru saja lelap dlm rebah.

23.50 wita
Aku, tanpa otak kiri, beraksi. Hasilnya, satu dot susu teramu sempurna, dan satu dapur terhambur disapu bencana. Tak apalah, selalu ada yg menjadi tumbal dalam sebuah revolusi. Ini susu buatmu Nak, racikan bartender otodidak, kau takkan bilang tidak, rasanya enak..

23.53 wita
Katara Sophie Ameera Yahya yg ntah kenapa dipanggil Ebi oleh ayahnya yg bingung, menguap.. Dia harus beradaptasi dgn tangan kasar ayah sok seksi yg dengan kikuk beraksi mengganti popok yg dia pipisi, rasssssakan kauw!!! Bangun tengah malam tuk bikin anak itu beda rasanya dengan bangun tengah malam tuk jaga anak, itu pedih jendral!!!

23.53 wita
Aku, dengan otak kanan, memulai kegiatan. Tenang boi, ini urusan kecil, angkat badan Ebi, lepas popoknya, pasangkan yg baru, selesai! Seandainya memang semudah itu.. Ini kali pertama aku ganti popoknya sendiri, tanpa pengawasan mertua yg kuanggap ahli, murni mandiri. Hasilnya adalah sebuah kesimpulan verbal, bahwa mengganti popok bisa sama susahnya dgn melatih buaya agar berkokok.

01.02 wita
"ya Tuhan, inikah ayahku?? Dia perlu 10 menit cuma buat ganti popok??? Berikan susuku sekarang juga, atau kubikin kau dibenci mertua karna tak bisa bikin tangisku sirna. Sekarang kubilang!!!" pikir Katara, mungkin...

01.02 wita
"ya Tuhan, inikah rasanya punya anak??? Bila ada lomba adu lambat ganti popok, aku yakin bisa juara!!! Kuberi kau susu sekarang, tp janjilah kau bikin tangismu itu hilang. Nih, kuberi sekarang.." pikir sang ayah, pasti...

01.03 wita
Katara Sophie Ameera Yahya sangat bernafsu mengisap dot susu. Bergaya bak koboy minum tequila yg takkan henti sampai mabuk ke kepala.
Daud Yahya menatap bengong dot susu yg makin kosong. Tegang bak koboy kalah perang, tp tersenyum senang karna telah bikin anak tenang..

01.07 wita
Katara Sophie Ameera Yahya tlah tidur, kadang mendengkur.
Daud Yahya duduk terpaku, dan sekali lagi,,, berkaca-kaca haru...

01.48 wita

ya Allah, ne anak boker lg?!?!? Aku menyerah kali ini, kita bangunkan ibumu aj ya Nak...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

gerhana

seperti gerhana kini, berjelaga di sini purnama sepotong, penuh dengan kosong tahukah kamu, di sini angin dingin kejam diburunya lilin tengah malam, dikunyahnya hingga padam ditinggalnya dengan gigil cekam disisakannyai api, tapi tanpa sekam dan apa yang bisa kunyala selain gila? karna kau, jauh di sana... (Jogja 16 Juni saat gerhana di atap kos)

Hangat Sederhana Tanpa Pura-pura

Ada beberapa rasa yang tak berlogika, rasa yang mungkin saja tak terpahami bahkan oleh pengidapnya. Seperti cinta seorang gadis pada laki-laki yang membuatnya menangis padahal di luar sana banyak yang memohon untuk membuatnya bahagia. Atau cinta pada rokok padahal ancaman kanker tak kurang berjuta untuknya. Atau,,, benci pada kondom padahal tiada kuranglah karet tipis itu gunanya. Setiap kita, mungkin punya rasa itu, entah pada apa. Saya, jatuh pada rasa hangat sederhana yang tanpa pura-pura. Apapun yang berkaitan dengan rasa tersebut, saya ikut. Barusan, saya menemukannya. Menemukan hangat sederhana yang tanpa pura-pura, dan saya ikut. Begini ceritanya. Seberang hotel tempat saya menginap ada warung kopi 24 jam. Bosan di kamar, iseng menyeberang. Ini adalah warung dengan kultur melayu, jenis yang digambarkan Andrea Hirata dalam novelnya. Ada papan catur, kopi hitam yang dipesan sepanas mungkin, pisang goreng yang sudah digoreng dua kali, obrolan seperti udara yang tidak terla

Sekedar Bertanya

Kemarin Senin mengikuti lagi upacara bendera,ritual  yang dari dulu sampai sekarang tidak pernah saya suka. Kenapa tetep ikut kalo ga suka? Karna saya percaya, sesuatu yang tidak kau suka belum tentu tidak punya guna. Kondom contohnya.  Dan di upacara tersebut, saya melihat peristiwa yang tidak asing. Kita semua pasti pernah mengalami atau melihatnya sendiri, siswa disuruh memotong merapikan rambut. Wajar, dan tidak ada yang salah dengan anjuran tersebut. Hanya kemudian, itu menimbulkan banyak pertanyaan bagi saya. Kenapa siswa harus berambut pendek? Apa dasarnya siswa harus berambut pendek? Apa tujuan dan gunanya siswa berambut pendek? Jujur, sampai sekarang saya belum pernah menemukan literatur atau referensi yang bisa menunjukkan bukti ilmiah bahwa ada hubungan antara rambut pendek dengan kecerdasan siswa. Lalu bila tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan, kenapa hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan itu justru menjadi perhatian? Mungkin ada yang akan menjawab bahwa