jadi begini ceritanya...
Pada suatu Jumat yg panas, saya berangkat ke Mesjid. Apa yg saya lakukan disana, tak eloklah kalau dibagi dsini. Tp konon kabarnya, ada yg kehilangan sandal juga di Mesjid itu. Baiklah, kita teruskan. Selesai Jumatan, saya menuju parkiran. Tp pemandangan yg saya lihat sangat tidak mengenakkan hati ampela, apa pasal? Motor saya tak lg berdiri sempurna, sudutnya tak lg simetris seperti semula. Ada yg salah, jgn2 ada yg berulah? Ternyata tidak, setelah ditelaah masalahnya adalah ban saya gembos, bocor tertusuk paku. Tidak tanggung2,TIGA langsung!!!! Ostopilulooh...
Saya langsung merenung, memikir bak Gibran kena tenung. Solusi pertama adalah berteriak histeris, berharap jemaah lain bersimpatis dan memberi sumbangan karna menganggap saya kumat Autis. Tapi itu terlalu memalukan. Solusi kedua, pejamkan mata anda, pada hitungan ketiga masuki alam tidur anda dan bayangkan motor saya berubah jd Honda Jazz. Baiklah, itu juga berlebihan. Opsi terakhir, yg paling masuk akal sekaligus melelahkan, saya putuskan tuk dorong motor menuju bengkel terdekat yg jauhnya 10 menit perjalanan. Sampai dibengkel, dsinilah inti cerita ini berawal. Siap2 muntah yaaa..
Analisis masalah dari tukang tambal adalah ban dalam saya harus diganti, penyakitnya akut. Apa kata dia, saya ikut. Tawar menawar harga pas, tancap gas. Prosesi penggantian ban berjalan dalam diam. Semesta membeku. Tak ada kata dan ucap, semua senyap. Hanya ada pekerja dan klien yg diam dalam cekam. Prosesi selesai. Saat ingin pergi dari bengkel, tak diduga dan tak dibayar, si tukang tambal bertanya "kamu kuliah di *&6%$34#@ ya?"
saya jawab "tidak..."
Si tukang tambal berkata lagi "oooh, maaf.. mukanya masih kaya anak kuliahan sih.."
saya sumringah, merasa dunia mendadak cerah, si abang mendadak terlihat gagah, bengkelnya tiba2 saja terlihat megah. Sepanjang perjalanan saya merasa 10 tahun lebih muda. Suit suiiiiiiiiiiiit!!!!! OK, silahkan muntah..
Sebelum sampai dirumah, saya mampir di kios deket komplek tuk beli roko. Masih dengan perasaan berbinar, tak peduli matahari siang terik bersinar. Saya lah Juaranya, sayalah si Muda. Silahkan muntah lg. Berdiri tegak saya di depan kios, memasang tampang paling muda yg bisa saya pajang, siap mempesonakan siapapun pelayan yg datang. Yang punya warung adalah cewe seusia adik saya yg masih kuliah tahun kedua. Bila menurut teori tukang tambal ban barusan, maka cewe itu dan saya seumuran. Si tukang warung bertanya kepada saya "mau beli apa Oom?"
Jeghwheeeeeer!!!!!!
Dunia runtuh dalam satu kalimat pemanggil kiamat. SAYA DIPANGGILNYA OOM?!?!?!?!?!?!?!??
Mana kemudaan saya yg tadi diproklamasikan si tukang tambal?
Mendadak saya merasa 10 tahun lebih tua...................
well....... menyerahkan rasionalitas pada persepsi publik memang tidak bijak. Terjebak pd statemen subjektif sangatlah tidak sehat, menyakitkan. Kebenaran itu tidak permanen, abu-abu dan semua berhak punya kebenarannya masing-masing.
Saya, anda, mereka dan semua orang itu punya kebenarannya sendiri, dan sangat mungkin kebenaran itu berbeda. Berhentilah mendebatkan kebenaran, karna yg terbaik hanyalah kejujuran.
mari JUJUR saja
Pada suatu Jumat yg panas, saya berangkat ke Mesjid. Apa yg saya lakukan disana, tak eloklah kalau dibagi dsini. Tp konon kabarnya, ada yg kehilangan sandal juga di Mesjid itu. Baiklah, kita teruskan. Selesai Jumatan, saya menuju parkiran. Tp pemandangan yg saya lihat sangat tidak mengenakkan hati ampela, apa pasal? Motor saya tak lg berdiri sempurna, sudutnya tak lg simetris seperti semula. Ada yg salah, jgn2 ada yg berulah? Ternyata tidak, setelah ditelaah masalahnya adalah ban saya gembos, bocor tertusuk paku. Tidak tanggung2,TIGA langsung!!!! Ostopilulooh...
Saya langsung merenung, memikir bak Gibran kena tenung. Solusi pertama adalah berteriak histeris, berharap jemaah lain bersimpatis dan memberi sumbangan karna menganggap saya kumat Autis. Tapi itu terlalu memalukan. Solusi kedua, pejamkan mata anda, pada hitungan ketiga masuki alam tidur anda dan bayangkan motor saya berubah jd Honda Jazz. Baiklah, itu juga berlebihan. Opsi terakhir, yg paling masuk akal sekaligus melelahkan, saya putuskan tuk dorong motor menuju bengkel terdekat yg jauhnya 10 menit perjalanan. Sampai dibengkel, dsinilah inti cerita ini berawal. Siap2 muntah yaaa..
Analisis masalah dari tukang tambal adalah ban dalam saya harus diganti, penyakitnya akut. Apa kata dia, saya ikut. Tawar menawar harga pas, tancap gas. Prosesi penggantian ban berjalan dalam diam. Semesta membeku. Tak ada kata dan ucap, semua senyap. Hanya ada pekerja dan klien yg diam dalam cekam. Prosesi selesai. Saat ingin pergi dari bengkel, tak diduga dan tak dibayar, si tukang tambal bertanya "kamu kuliah di *&6%$34#@ ya?"
saya jawab "tidak..."
Si tukang tambal berkata lagi "oooh, maaf.. mukanya masih kaya anak kuliahan sih.."
saya sumringah, merasa dunia mendadak cerah, si abang mendadak terlihat gagah, bengkelnya tiba2 saja terlihat megah. Sepanjang perjalanan saya merasa 10 tahun lebih muda. Suit suiiiiiiiiiiiit!!!!! OK, silahkan muntah..
Sebelum sampai dirumah, saya mampir di kios deket komplek tuk beli roko. Masih dengan perasaan berbinar, tak peduli matahari siang terik bersinar. Saya lah Juaranya, sayalah si Muda. Silahkan muntah lg. Berdiri tegak saya di depan kios, memasang tampang paling muda yg bisa saya pajang, siap mempesonakan siapapun pelayan yg datang. Yang punya warung adalah cewe seusia adik saya yg masih kuliah tahun kedua. Bila menurut teori tukang tambal ban barusan, maka cewe itu dan saya seumuran. Si tukang warung bertanya kepada saya "mau beli apa Oom?"
Jeghwheeeeeer!!!!!!
Dunia runtuh dalam satu kalimat pemanggil kiamat. SAYA DIPANGGILNYA OOM?!?!?!?!?!?!?!??
Mana kemudaan saya yg tadi diproklamasikan si tukang tambal?
Mendadak saya merasa 10 tahun lebih tua...................
well....... menyerahkan rasionalitas pada persepsi publik memang tidak bijak. Terjebak pd statemen subjektif sangatlah tidak sehat, menyakitkan. Kebenaran itu tidak permanen, abu-abu dan semua berhak punya kebenarannya masing-masing.
Saya, anda, mereka dan semua orang itu punya kebenarannya sendiri, dan sangat mungkin kebenaran itu berbeda. Berhentilah mendebatkan kebenaran, karna yg terbaik hanyalah kejujuran.
mari JUJUR saja
Komentar
Posting Komentar