Langsung ke konten utama

liquid dan mesin waktu (curcol pra-Ramadhan)

Sebenarnya, sejak awal datang ke kota ini saya sudah meniatkan diri untuk tidak menginjakkan kaki ke THM. BUkan apa-apa, takut nyandu aja kaya jaman muda. Takut, seandainya itu tak cuma jadi nostalgia tapi kembali jadi ajang mencari bahagia. Ya, saya percaya kalo masa lalu punya daya hisap, bisa bikin lupa diri kalo udah nyergap. Dan bila itu sampai terjadi, saya takut kembali kalap. Hampir setahun di sini, saya cukup bangga karna berhasil menjaga niat itu. Sampai tadi malam...

Ajakan itu datang dari temen kos. Dia punya free pass ke LIQUID (semacam SPHYNX laah kalo di Banjarmasin sekarang). Tentu bukan cuma tiket gratis yang bikin saya mau. Ada dua alasan pendukung yang membuat saya melanggar niat. Pertama, band yang manggung adalah /rif. Alasan kedua, ni pas lagi bulan tua, sangat tua. Dengan kata lain, mabok tentu takkan jd agenda karna terkendala finansial yang berada di titik ternista. Well, siapa bilang kemiskinan selalu dekat dengan kemungkaran? Dan akhirnya, berangkatlah saya.

Di area parkiran LIQUID, aura THM kental berasa. Saat itu pas jam 1 dinihari. Beragam gaya tampilan ada, tua dan muda. Dari cewe yang gaunnya panjang kaya mukena, sampai rokmini dengan paha yang semena-mena. Dari cowo yang parfumnya bau deodoran, sampai yang celananya bergaya kedodoran. Melihat mereka berdandan, saya jadi ingat lebaran. Tentu saja yang ini minus takbiran.

Masuk LIQUID. Ada sexy dancer, lampu laser, dan musik ajeb-ajeb. Bla bla bla bla....... DJnya JELEK!!!!

Tak bisa menikmati musik, saya memilih untuk berkeliling. Mengacuhkan DJ yang berisik sambil berharap ketemu yang asik. Berjalan dari titik ke titik. Melewati yang antik dan yang cantik. Tak perlu waktu lama, saya sadar semua titik ternyata sama. Semua membangkitkan kenangan.

Nah kawan, kombinasi antara pemandangan dan kenangan itu seperti pengetahuan di tangan sarjana kebidanan. Bisa dipakai untuk membantu kelahiran, bisa juga digunakan untuk menggugurkan kandungan, tergantung pilihan -atau kebutuhan? Dan kita, punya cara masing2 untuk menghidupi hidup. Tuhan telah menyediakan masa dan massa, kita tinggal memberinya rasa. Dan disinilah manusia jadi berbeda, dalam memberi rasa untuk masa dan massa. Sebagian menjadikannya kaya nuansa, sebagian lagi memandangnya dengan putus asa. Ahhh, masa? Maksa! Pemandangan di LIQUID ini asli membangkitkan kenangan. Seperti melihat dokumenter tentang kita yang diperankan oleh orang lain. Seperti melihat perilaku masa muda yang dimainkan oleh orang berbeda. Melihat saya di zaman dulu, pada mereka di masa kini.

Saya melihat mereka yang pura-pura mabuk padahal cuma minum JackD beberapa teguk. Melihat mereka yang cengir-cengir karna cuma mampu beli bir tapi berharap ada cewe yang mau mampir. Melihat mereka yang benar-benar mabuk, berdansa seolah-olah di sini mereka yang berkuasa dan yang lain cuma pasir kuarsa. Melihat mereka membeli minuman yang harganya setara gaji PNS golongan II dan menghabiskannya beramai-ramai seperti PNS yang selamatan karna baru dapat SK. Melihat mereka dengan wanitanya, berpeluk bergoyang seakan hidup tak ada halal dan haramnya. Melihat saya, pada mereka. Melihat yang terjadi dulu, saat ini. Di depan mata tentu saja...

Kesombongan yang memuakkan. Lagak yang memalukan. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Menyedihkan....
Lama saya melihatnya dalam diam. Dalam sadar yang menoreh tajam, kejam. Lama saya merenungnya, dalam bisu dan malu. Lama.

Dan tiba-tiba, saya ingat Mama. Ingat dia yang punya hati seluas semesta dikalikan sejuta. Ingat dia yang membukakan pintu dengan mata berkaca tanpa suara saat saya pulang pagi dengan aroma alkohol dan dosa. Ingat dia yang tetap berusaha terlihat tak berduka saat anaknya ini menorehkan luka. Tanpa marah, tanpa lelah, tabah. Ingat dia yang punya kesabaran seluas langit dikalikan selaksa. Ingat dia yang slalu berpura-pura sedihnya raib walau anaknya kerap menebar aib. Saya tiba-tiba ingat pelukannya. Ingat ciumannya. Ingat asin air matanya. Ingat aroma kaki saat bersujud padanya.

Dan tiba-tiba saya ingat istri. Ingat dia yang menerima "masa lalu", sabar dengan "masa kini", dan slalu mendukung "masa depan" saya. Seperti Mama, selalu memberi cinta walau kerap dibuat kecewa.

Dan tiba-tiba saya ingat Katara. Ingat dia yang sekarang sudah bisa berjalan tanpa saya ada disampingnya.

Dan tiba-tiba saya ingin pulang.
*
*
*
*
*
*
*
Ya Tuhan, beri aku Ramadhan dalam kebersamaan. Aku ingin bertemu Mama dalam sujud dan ampunan. Amien!
Dan untuk kalian, selamat memasuki Bulan Ramadhan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

gerhana

seperti gerhana kini, berjelaga di sini purnama sepotong, penuh dengan kosong tahukah kamu, di sini angin dingin kejam diburunya lilin tengah malam, dikunyahnya hingga padam ditinggalnya dengan gigil cekam disisakannyai api, tapi tanpa sekam dan apa yang bisa kunyala selain gila? karna kau, jauh di sana... (Jogja 16 Juni saat gerhana di atap kos)

Hangat Sederhana Tanpa Pura-pura

Ada beberapa rasa yang tak berlogika, rasa yang mungkin saja tak terpahami bahkan oleh pengidapnya. Seperti cinta seorang gadis pada laki-laki yang membuatnya menangis padahal di luar sana banyak yang memohon untuk membuatnya bahagia. Atau cinta pada rokok padahal ancaman kanker tak kurang berjuta untuknya. Atau,,, benci pada kondom padahal tiada kuranglah karet tipis itu gunanya. Setiap kita, mungkin punya rasa itu, entah pada apa. Saya, jatuh pada rasa hangat sederhana yang tanpa pura-pura. Apapun yang berkaitan dengan rasa tersebut, saya ikut. Barusan, saya menemukannya. Menemukan hangat sederhana yang tanpa pura-pura, dan saya ikut. Begini ceritanya. Seberang hotel tempat saya menginap ada warung kopi 24 jam. Bosan di kamar, iseng menyeberang. Ini adalah warung dengan kultur melayu, jenis yang digambarkan Andrea Hirata dalam novelnya. Ada papan catur, kopi hitam yang dipesan sepanas mungkin, pisang goreng yang sudah digoreng dua kali, obrolan seperti udara yang tidak terla

Sekedar Bertanya

Kemarin Senin mengikuti lagi upacara bendera,ritual  yang dari dulu sampai sekarang tidak pernah saya suka. Kenapa tetep ikut kalo ga suka? Karna saya percaya, sesuatu yang tidak kau suka belum tentu tidak punya guna. Kondom contohnya.  Dan di upacara tersebut, saya melihat peristiwa yang tidak asing. Kita semua pasti pernah mengalami atau melihatnya sendiri, siswa disuruh memotong merapikan rambut. Wajar, dan tidak ada yang salah dengan anjuran tersebut. Hanya kemudian, itu menimbulkan banyak pertanyaan bagi saya. Kenapa siswa harus berambut pendek? Apa dasarnya siswa harus berambut pendek? Apa tujuan dan gunanya siswa berambut pendek? Jujur, sampai sekarang saya belum pernah menemukan literatur atau referensi yang bisa menunjukkan bukti ilmiah bahwa ada hubungan antara rambut pendek dengan kecerdasan siswa. Lalu bila tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan, kenapa hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan itu justru menjadi perhatian? Mungkin ada yang akan menjawab bahwa