Langsung ke konten utama

warning: curcol edisi rumah tangga

Ini cuma daftar beberapa orang yang membuat saya terperangah selama di Jogja. Kagum, nganga, takjub dan heran. Merupakan ringkasan dari kumpulan beberapa catatan saya. Catatan tentang pertemuan, obrolan dan pertemanan. Bertemu orang-orang baru kadang bisa saja menguak cerita lama, yang sebagian terkubur, sebagian kabur, sebagian lagi bak bubur -hangat dan asik disantap kala lapar menyergap-. Catatan aslinya, sengaja tidak dipublish, semua tersimpan dalam polder pribadi dan akan tetap disana sampai nanti saya punya rasa malu yang cukup untuk menjadikannya konsumsi khalayak. Egois dan utopis sepertinya, dan memang demikian. Saya masih menganggap bahwa publikasi tulisan selalu mengundang respon, bisa pujian yang menyenangkan atau kritikan yang menyebalkan. Keduanya masih belum bisa saya tanggapi dengan sehat. Kadang masih terbuai dengan puji yang sampai, kadang masih emosi dengan kritik yang mencaci. Pada titik tertentu, kritikan bahkan bisa saya anggap celaan saking sombongnya. Karna alasan itu, biarlah sepenggal ringkasan ini saja yang saya bagi, dan sebagian lainnya tetap menghuni sangkar digital dalam sebuah netbook abal-abal.
Baiklah, mukadimah yang trlalu panjang untuk sebuah catatan pendek ini kita cukupi sudah. Inilah daftarnya saudara-saudara (bagian ini akan indah bila ada background “have U ever really love a women”nya Brian Adam)
  1. Mbo S, 50 tahunan, penjual gudeg khas bromo. Mengagumkan saya karna secara konsisten sejak 30an tahun yang lalu memberlakukan jam tidur HANYA 2 jam/hari. Tak ada insomnia terdeteksi, semata-mata urusan profesi. Beliau buka gerai gudegnya dari jam 10an malam dibantu menantu, anak dan ponakannya. Jam kerjanya hampir 22 jam/hari dan tidak ada cuti saat asam urat menjerat atau almanak bertanggal merah pada Idul Fitri. Manajemen dan peracikan masakan semua dilakoni sendiri, sejak sang suami terserang stroke sampai beliau menjanda kini.
  2. Bu M, tidak mendapat info pasti usianya berapa, tapi secara fisik jelas jauh lebih tua dari Mbo S dan berprofesi serupa. Jam kerja kurang lebih sama, tapi ada standar ganda karna ada 'libur' dalam agenda bila rematik melanda. Bagi sebagian masyarakat Jogja daerah Gejayan, gudeg beliau enaknya melegenda. Mengagumkan saya karna aktivitas kerja malam dan istirahat cuma sepejam ini dilakukan dengan satu alasan, hoby. HOBY???? nenek2 yang satu ini jelas penganut Rhomaisme, begadang boleh saja kalau ada artinya... BTW, salah satu anaknya kuliah di pasca universitas ternama Jogja.
  3. Mba U, katanya sih belum 30 tahun. Secara fisik tidak menarik, dan maaf, tidak cantik. Tapi berbincang dengannya selalu saja asik. Produk nyata dari kegagalan program transmigrasi. Tidak betah di lokasi transmigrasi karna disuruh mengubah hamparan pasir menjadi sawah, kembali ke Jogja dan memilih bersolo karir di bidang jaga parkir. Beroperasi di jalan Effendi dari pagi ke sore hari. Malamnya dinas di percetakan yang melayani copy dan penjilidan. Mengagumkan saya karna kesukaannya mebaca apa saja. Terakhir ketemu dengannya, saya ditunjukkannya copy makalah mahasiswa S3 tentang sistem penanggalan Jawa yang sudah 3 hari slalu dibawanya.
  4. No Name, usia skitar 20an, cantik menarik, dandan gaya bak penjual asuransi jiwa. Saya melihatnya di rumah makan padang, berseberangan meja. Anggun, pembawaan hangat bak malam berapi unggun, senyum senantiasa merekah terbangun. Yang mengagumkan -atau malah mencengangkan- saya, kecepatan makan yang melampaui kuda. Saya belum sampai separonya, dia sudah melahap habis dan meminta tambahan porsi kedua, padahal titik start diambil pada garis waktu yang sama. MasyaOlloooooh.... kadang ukuran tangki memang bukan standarisasi. Cantik dan ganas di meja makan, kadar cueknya di rumah makan pantas mendapat pujian. Emansipasi memang mendapat tempat disini...
  5. Mba W, 28 tahun. Lumayan cantik, putih dan santun. Bekerja sebagai penjaga gerai pulsa elektrik dan loundry. Selalu ramah asal tak dijamah. Membeli pulsa disana adalah 5 menit transaksi dan 55 menit komunikasi. Mengobrol dengannya adalah sesi infotainment yang dibawakan oleh pembawa berita, penuh gosip bernuansa fakta. Yang mengagumkan saya adalah kenyataan bahwa saya baru tahu sekarang kalau dia ternyata BERJENIS KELAMIN PRIA. Well, saya selalu kagum dengan orang-orang yang berani mengambil keputusan ekstrim, konsisten menjalani dan tabah dgn konsekuensi. Masalah benar atau salah, tak usah kita pikir laaah, bikin lelah...

Sudah ada lima wanita (dan pria??) yang saya ceritakan. Kelimanya unik, berbeda tapi asik. Bagi saya, kelimanya juga punya kesamaan, yaitu sama-sama mengingatkan saya akan perempuan yang jauh disana. Membayangkan mereka, saya jd ingat perempuan yang rela kehilangan masa kuliahnya untuk menikah dengan saya, rela kehilangan seksi tubuhnya saat mengandung darah daging saya, rela kehilangan jam istirahatnya untuk menjaga dan merawat putri saya, dan rela saya tinggal study padahal dia sendiri sudah meninggalkan studynya saat menikahi saya. Membayangkan mereka, membuat saya ingat betapa kita sering lupa. Lupa untuk berterima kasih saat istri menghidangkan makan malam atau menyajikan sarapan. Lupa untuk menyapa dengan senyum saat terbangun pagi hari dan melihat hanya istri yang menemani di sisi. Lupa untuk memuji, saat istri berdandan cantik agar pas liat cewe lain kita tak tertarik. Lupa, klo kita sudah beristri dan baru ingat lagi saat dilanda birahi...
Akhirnya, ini cuma ajakan, agar kita bisa lebih “tidak malu” untuk mengucapkan terima kasih pada istri yg memberi kasih. Percayalah, apa yang kaum pria perjuangkan untuk rumah tangga, tidak lebih besar dari apa yang para istri korbankan untuk keluarga. Dan mengucapkan terima kasih, tidak akan membuat kita jadi banci...

Ps: terima kasih, istriku..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

gerhana

seperti gerhana kini, berjelaga di sini purnama sepotong, penuh dengan kosong tahukah kamu, di sini angin dingin kejam diburunya lilin tengah malam, dikunyahnya hingga padam ditinggalnya dengan gigil cekam disisakannyai api, tapi tanpa sekam dan apa yang bisa kunyala selain gila? karna kau, jauh di sana... (Jogja 16 Juni saat gerhana di atap kos)

Hangat Sederhana Tanpa Pura-pura

Ada beberapa rasa yang tak berlogika, rasa yang mungkin saja tak terpahami bahkan oleh pengidapnya. Seperti cinta seorang gadis pada laki-laki yang membuatnya menangis padahal di luar sana banyak yang memohon untuk membuatnya bahagia. Atau cinta pada rokok padahal ancaman kanker tak kurang berjuta untuknya. Atau,,, benci pada kondom padahal tiada kuranglah karet tipis itu gunanya. Setiap kita, mungkin punya rasa itu, entah pada apa. Saya, jatuh pada rasa hangat sederhana yang tanpa pura-pura. Apapun yang berkaitan dengan rasa tersebut, saya ikut. Barusan, saya menemukannya. Menemukan hangat sederhana yang tanpa pura-pura, dan saya ikut. Begini ceritanya. Seberang hotel tempat saya menginap ada warung kopi 24 jam. Bosan di kamar, iseng menyeberang. Ini adalah warung dengan kultur melayu, jenis yang digambarkan Andrea Hirata dalam novelnya. Ada papan catur, kopi hitam yang dipesan sepanas mungkin, pisang goreng yang sudah digoreng dua kali, obrolan seperti udara yang tidak terla

Sekedar Bertanya

Kemarin Senin mengikuti lagi upacara bendera,ritual  yang dari dulu sampai sekarang tidak pernah saya suka. Kenapa tetep ikut kalo ga suka? Karna saya percaya, sesuatu yang tidak kau suka belum tentu tidak punya guna. Kondom contohnya.  Dan di upacara tersebut, saya melihat peristiwa yang tidak asing. Kita semua pasti pernah mengalami atau melihatnya sendiri, siswa disuruh memotong merapikan rambut. Wajar, dan tidak ada yang salah dengan anjuran tersebut. Hanya kemudian, itu menimbulkan banyak pertanyaan bagi saya. Kenapa siswa harus berambut pendek? Apa dasarnya siswa harus berambut pendek? Apa tujuan dan gunanya siswa berambut pendek? Jujur, sampai sekarang saya belum pernah menemukan literatur atau referensi yang bisa menunjukkan bukti ilmiah bahwa ada hubungan antara rambut pendek dengan kecerdasan siswa. Lalu bila tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan, kenapa hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan itu justru menjadi perhatian? Mungkin ada yang akan menjawab bahwa